Jumat, 14 Desember 2012

Produksi dan Reformulasi Biosolar yang akan datang


Tugas 4

Produksi dan Reformulasi Biosolar yang akan datang

Zaenal Abidin (4209100102)
Teknik Sistem Perkapalan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

1. Pendahuluan                                   

Dunia ini memasuki masa penurunan sumber daya energi terbarukan non, dikenal sebagai 'Peak Oil', sementara permintaan energi meningkat. minyak produksi dunia ini diharapkan mengalami penurunan antara satu dan sepuluh dekade (Crookes, 2006). Sebagai akibat dari krisis energi yang akan datang, baik pemerintah dan industri swasta memeriksa sumber energi alternatif. Sumber-sumber non-terbarukan lainnya dari energi yang ada, seperti batubara dan uranium Namun, sumber-sumber ini terbatas dan juga akan pasti penurunan ketersediaannya.

Untuk mengantisipasi punahnya bahan bakar fosil yang non-terbarukan ini dibutuhkan terobosan teknologi yang bersifat terbarukan. Sumber energy yang dapat diperbaharui tentu saja melibatkan komponen-komponen yang dapat dilestarikan. Komponen tersebut adalah komponen biotic yang dikembangkan dengan prosedur penelitian yang menghasilkan bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Proses ini adalah salah satu contoh dari bioteknologi.

Bioteknologi adalah pemanfaatan mikroorganisme atau komponen biotic yang dimanfaatkan cara hidupnya dan metabolismenya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Bioteknologi memiliki peran yang sangat banyak diantaranya adalah dalam bidang pangan, pengolohan limbah, obat-obatan, budidaya varietas unggul, juga dalam bidang energy alternative bahkan sebagai alternative bahan bakar minyak (BBM).
Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energy utama yang dibutuhkan dalam kehidupan kita sehari-hari, pada era saat ini hamper semua aktifitas/kegiatan sehari-hari tidak pernah lepas dari ketergantungan akan bahan bakar minyak. Dengan semakin meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan, dibutuhkan ketersediaan cadangan bahan baku yang begitu luar biasa besar. Sebagai gambaran, pada tahun 2002 konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sekitar 57,8 juta kilo liter setiap harinya, sector transportasi merupakan pengguna terbesar bahan bakar minyak. Dari konsumsi sebanyak itu 30% berasal dari minyak impor. Dengan konsumsi sebanyak itu diperkirakan pada tahun 2015 Indonesia akan menjadi pengimpor minyak penuh.(Elisabeth dan Haryati dalam Mukhibin, 2010)
Mencari energy alternative guna dijadikan sebagai bahan bakar minyak merupakan suatu jalan keluar yang harus kita lakukan, terutama pada sumber energy terbaru sebagai pengganti BBM yang telah ada. Para pakar telah menemukan pada minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak gorek bekas/daur ulang dapat diproses menjadi biodiesel.

2. Pengertian Biodiesel (Biosolar)

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak yang dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goring bekas/daur ulang melalui proses trans atau esterifikasi. (Mukhibin,2010).

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui sepertiminyak sayur atau lemak hewan. (Wikipedia Indonesia)

Menurut Jamil (2011) biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air .Dengan demikian biodiesel diharapkan dapat menjadi alternative bahan bakar pengganti solar

Biodiesel adalah biofuel yang terdiri dari ester monoalkyl yang berasal dari minyak organik, tanaman atau hewan, melalui proses tranesterification (Demirbas, 2007). Reaksi transesterifikasi biodiesel sangat sederhana:
Trigliserida + 3 Methanol → ← Katalisator → Glycerine + 3 Methyl Esters (Biodiesel)
(Campbell,2008)

3. Sifat – sifat Penting Bahan Bakar Mesin Diesel

Sifat-sifat penting dari bahan bakar mesin diesel (solar) antara lain:

a.        Viskositas
Viskositas merupakan sifat fisis yang penting bagi bahan bakar diesel. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit pembentukan butir-butir cairan/kabut saat penyemprotan/atomisasi. Viskositas bahan bakar yang terlalu rendah akan dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar.

b.       Pour point
Pour point atau titik tuang adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dialirkan. Untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku. Titik tuang yang terlalu tinggi akan menyebabkan kesulitan pada pengaliran bahan bakar.

c.        Flash point
Titik nyala atau flash point adalah suhu terndah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang terlalu tinggi ujga dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ke ruang bakar. Hal ini dapat menimbulkan resiko pada saat penyimpanan.

d.       Carbon residu
Sisa karbon yang tertinggal pada proses pembakaran akan menyebabkan terbentuknya endapan kokas yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi mesin secara normal, serta dapat menyebabkan bagian bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus. Dengan demikian semakin rendah nilai sisa karbon, semakin baik efisiensi motor tersebut.

e.        Warna
Bahan bakar tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja motor/mesin diesel. Warna yang terlalu terang, dapat dikoreksi dengan penambahan zat warna tertentu sehingga masuk dalam standar warna bahan bakar diesel.

f.         Nilai kalor
Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan bakar tersebut semakin sedikit pemakaiannya. Tidak ada standar khusus yang menentukan nilai kalor minimal yang harus dimiliki oleh bahan bakar mesin diesel.

g.       Bilangan setana
Adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar diesel dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Normal paraffin dengan rantai panjang mempunyai bilangan sentana

4. Spesifikasi Biodiesel Sesuai SNI 04-7182-2006

Dalam pelaksanaan pembuatan biodiesel ini diharapkan akan memiliki kesamaan standar nasional biodiesel yang dapat dilihat dari dibawah ini:

No
Parameter
Satuan
Nilai
1.
Massa jenis
Kg/m3
850-890
2.
Viskositas kinematik pada 400C
Mm2/s(cst)
2.3-60
3.
Angka setana
Min 51
4.
Titik nyala (mangkok tertutup)
0C
Min 100
5.
Titik kabut
0C
Maks 18
6.
Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 500C)
Maks No 3
7.
Residu karbon dalam contoh asli dalam 10% ampas distilasi
Min 0.05 Maks 0.30
8.
Air dan sedimen
% mol
Maks 0.5*
9.
Temperature destilasi 90%
0C
Maks 360
10.
Abu tersulfaktan
massa
Maks 0.02
11.
Belerang
Ppm-m (mg/kg)
Maks 100
12.
Fosfor
Ppm-m (mg/kg)
Maks 10
13.
Angka asam
Mg-KOH/g
Maks 0.8
14.
Gliserol bebas
% massa
Maks 0.02
15.
Gliserol total
% massa
Maks 0.24
16.
Kadar ester alkil
% massa
Maks 96.5
17.
Angka iodium
% massa 9g-12/100
Maks 115
18.
Uji helphen
Negative
* dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0.01%vol
(Mukhibin, 2010)
Tabel 4.1. Spesifikasi Biodiesel yang ditetapkan oleh SNI 04-7182-2006

5. Potensi Energi Biomassa Indonesia.

Energi biomassa memiliki peluang yang sangat besar dalam menggantikan bahan bakar minyak dan gas alam.  Meskipun potensinya sangat besar, upaya pengembangan minyak bio-solar di Indonesia baru dimulai kurang lebih lima belas tahun yang lalu.  Kini, Indonesia bersama Malaysia merupakan penghasil minyak kelapa sawit  (CPO) terbesar di dunia dan menguasai lebih dari 80% produksi dunia. CPO adalah bahan pembuat bio-solar.
Untuk mendorong pengembangan dan penggunaan energi biomassa ke depan, telah dikeluarkan Peraturan Presiden no. 5/2006Instruksi Presiden no. 1/2006, dan Keputusan Presiden no. 10/2006. Pemerintah juga telah menetapkan standar biodiesel SNI 04-7182-2006 yang telah diakui oleh Badan Standarisasi Nasional pada tanggal 22 Februari 2006.  Standar ini di formulasikan dengan membandingkannya dengan standar-standar  yang telah diterapkan di negara-negara lain, antara lain ASTM D6751 di AS dan EN 14214:2002 di Uni Eropa.  Pada 17 Maret 2006, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (DJMG) Departemen ESDM mengeluarkan keputusan terkait dengan kualitas dan spesifikasi dari dua jenis minyak solar.  Keputusan tersebut mengatur penggunaan fatty acid methyl ester (FAME) sebagai campuran bagi minyak solar otomotif  hingga maksimum 10% .  Campuran bahan bakar  tersebut telah memenuhi standar SNI 04-7182-2006.

Di Indonesia biodiesel biasanya menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), minyak nyamplung, minyak jarak, minyak kelapa,palm fatty acid distillate (PFAD) dan minyak ikan. Biodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi. Biodiesel dibuat dengan berbagai metode. Transesterifikasi adalah salah satu teknik pembuatan biodiesel yang paling popular dewasa ini karena aman, murah dan mudah dilakukan. Biodiesel bersifat ramah lingkungan karena tidak memberi kontribusi kepada pemanasan global, mudah didegradasi, mengandung sekitar 10% oksigen alamiah yang bermanfaat dalam pembakaran dan dapat melumasi mesin. Keuntungan-keuntungan lain pada penggunaan biodiesel adalah mudah dibuat sekalipun dalam sekala rumah tangga (home industry) dan menghemat sumber energi yang tidak terbarukan (bahan bakar fosil) serta dapat mengurang biaya biaya kesehatan akibat pencemaran udara.

Description: F:\TUGAS\Semester 7\Fuel & Advanced Combustion\TUGAS\Bahan Tugas 4\BIOFUEL DARI BIOMASSA   Pusat Studi Energi_files\tabel.jpg
Tabel 1. Potensi EBT (Biofuel) di Indonesia
(diolah dari  Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, Lampiran B, Jakarta, 2005)


Meningkatnya kebutuhan energi dunia tidak lagi bisa dipenuhi hanya dengan mengandalkan bahan bakar fossil sebagai sumber energi.  Diversifikasi energi merupakan solusinya, dan pengembangan bahan bakar nabati merupakan salah satu alternatif untuk mengatasinya.

Kendala di dalam mengembangkan produksi bio-solar dari minyak kelapa sawit adalah bahwa komoditas tersebut  juga merupakan bahan baku dari industri makanan dan kosmetik yang sudah ada sebelumnya.  Oleh sebab itu, tidak tertutup kemungkinan terjadimya konflik yang cukup potensial antara kepentingan untuk energi alternatif dan untuk  industri makanan seperti minyak goreng, mentega,  maupun kosmetik dan deterjen.  Kendala yang lain adalah bahwa  bisnis bio-fuel sangat dipengaruhi oleh harga minyak mentah  di pasar dunia.  Bisnis bio-fuel akan menguntungkan di saat harga minyak mentah dunia tinggi; sebaliknya akan rugi apabila harga minyak mentah rendah.  Harga minyak mentah dunia yang pada awal 2011 mendekati US$ 93,- /barrel cukup memberikan peluang untuk meraih keuntungan dari bisnis bio-fuel tersebut.   Fluktuasi harga minyak mentah dunia membuat produksi bio-solar  di Indonesia masih sebatas sebagai pencampur minyak solar (BB fossil) dengan kadar campuran yang relatif rendah.  Karena itulah maka total produksi bio-solar dunia masih di bawah 1% dari total bahan bakar dunia untuk transportasi.

Kompas, Rabu 12 Januari 2011, memberitakan bahwa anomali cuaca dan pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik telah membuat harga CPO di Bursa Komoditas Malaysia naik dari US$ 707,09 per ton pada 29 Januari 2010 menjadi US$1.141,45 per ton pada tanggal 27 Desember 2010. Pada tanggal 11 Januari 2011 sudah mencapai US$ 1.231,79 per ton.  Ada lompatan sebesar US$ 524,- per ton dari tahun 2010.  Yang sangat diharapkan oleh kalangan produsen CPO adalah bahwa Pemerintah  hendaknya meninjau kembali pajak ekspor dari minyak mentah ini agar mampu bersaing di pasar komoditas internasional. 

Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit banyak ditentang, bahkan produknya yang berupa CPO mengalami pemboikotan.  Alasannya adalah karena perkebunan yang bersifat monokultur ini telah menghilangkan hutan alami yang sebelumnya merupakan habitat dari ratusan jenis fauna maupun flora.  Oleh sebab itu, sebaiknya pembukaan lahan perkebunan tersebut dilakukan di lahan yang kurang subur, dengan tetap mempertimbangkan dampak ekologisnya. Tanaman jarak tidak memerlukan perawatan secara intensif karena dapat tumbuh subur di lahan dimana tanaman lain sulit tumbuh.   Pemilihan minyak jarak, dari pada CPO sebagai bahan baku bio-solar, merupakan solusi di dalam memecahkan persaingan bisnis antara untuk kepentingan energi dan kepentingan produk makanan. Bisnis di  sektor ini masih berpeluang bagus sejauh tidak merusak ekosistem dan tetap  mempertahankan keanekaragaman hayati.

6. Produksi Biodiesel (Biosolar)

Dari Warta Pertamina 11 Juni 2008, menuliskan bahwa “Biodiesel dapat dibuat dari minyak kelapa sawit (crude palm oil /cpo) dan minyak jarak (crude jatropha oil /CJO). Namun untuk sementara ini, Biosolar masih mengandalkan CPO sebagai bahan bakunya.

Perbedaan signifikan dengan Solar tampak dari kadar sulfur Biosolar yang sangat rendah. "Sulphur content maksimal yang ditetapkan Pertamina adalah 500 ppm, jauh lebih rendah dari standar Solar 3.500 ppm dan mendekati DEX dengan 300 ppm" ujar M. Harun, juru bicara Pertamina.

Spesifikasi ini punya makna penting. yaitu Biosolar siap dikonsumsi mobil-mobil disel modern. Mesin diesel, masa kini dengan teknologi canggih seperti common-rail memang membutuhkan bahan bakar dengan kandungan sulfur rendah, Sebab sulfur bisa memicu karat yang bisa menyumbat saluran-saluran kecil pada sistem common-rail“.

6.1. Proses Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar

a.        Pengepresan biji jarak pagar

Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak yaitu rendering, teknik pengepresan mekanis (mechanical expression) dan menggunakan pelarut (solvent extraction). Pengepresan mekanis merupakan suatu cara pemisahan minyak dari bahan yang berupa biji-bijian dan paling sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang tinggi kadar minyaknya yaitu sekitar 30-70 persen. Sebagaimana kita ketahui bersama, minyak jarak pagar terkandung dalam bahan yang trigliserida metanol gliserin metil ester berbentuk biji dengan kandungan minyak sekitar 35 - 45 persen. Berdasarkan hal tersebut maka metoda ekstraksi yang paling sesuai untuk biji jarak yaitu
teknik pengepresan mekanis. Dua cara yang umum digunakan pada pengepresan mekanis biji jarak yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing). Pengepresan hidrolik adalah pengepresan dengan menggunakan tekanan. Tekanan yang dapat digunakan sekitar 140,6 kg/cm.
Besarnya tekanan yang digunakan akan mempengaruhi sedikit-banyaknya minyak jarak yang dihasilkan. Untuk teknik pengepresan hidrolik, sebelum dilakukan pengepresan, biji jarak perlu mendapat perlakuan pendahuluan berupa pemasakan. Pemasakan biji jarak bertujuan untuk menggumpalkan protein. Penggumpalan protein diperlukan demi efisiensi ekstraksi. Dengan pengepresan hidrolik dapat dihasilkan rendemen minyak sampai dengan 30 persen. Teknik pengepresan biji jarak dengan menggunakan ulir (screw) merupakan teknologi yang lebih maju dan banyak digunakan di industry pengolahan minyak jarak saat ini. Dengan cara ini biji jarak dipress menggunakan pengepresan berulir (screw) yang berjalan secara kontinyu. Teknik ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan pendahuluan bagi biji jarak yang akan diekstraksi. Biji jarak kering yang akan diekstraksi dapat langsung dimasukkan ke dalam screw press. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat berupa pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin screw press). Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dengan teknik pengepres berulir tunggal (single screw press) sekitar 25 – 35 persen, sedangkan dengan teknik pengepres berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak sekitar 40 - 45 persen.
Gambar 1. Diagram alir ekstraksi minyak dari biji jarak dengan kombinasi metode twin screw press dan solvent extraction

b.       Pengolahan minyak jarak
Metil ester (biodiesel) dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses transesterifikasi yang digunakan bukanlah air melainkan alkohol. Umumnya katalis yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH. Metanol lebih umum digunakan karena harganya lebih murah, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester (biodiesel) maka perludigunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Pada Gambar 2 disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel).
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku (yang dapat menghambat reaksi yang diharapkan). Faktor lain yang mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel diantaranya yaitu kandungan gliserol pada bahan baku minyak, jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa dan kandungan sabun (Jamil,2011)

6.2. Proses Pembuatan Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel

Minyak goreng sering kali dipakai untuk menggoreng secara berulang-ulang, bahkan sampai warnanya coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang. Penggunaan minyak goring secara berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis yang besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon. Karena itu, maka penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi kesehatan (Birowo dalam Suirta, 2008)
Proses pembuatan biodiesel/solar dibuat dari minyak jelantah dengan melalui proses konversi trigliserida, dalam minyak jelantah dalam minyak jelantah tersebut menjadi metal atau etil ester dengan proses yang disebut transesterifikasi. Proses tersebut mereaksikan alcohol dengan minyak untuk memutuskan tiga rantai gugus ester panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi dari minyak jelantah menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin (Mukhibin,2010).

Proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut:

1.        Proses pemurnian minyak jelantah dari pengotor dan water content
2.        Esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acids) yang terdapat dalam minyak jelantah
3.        Trans-esterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metal ester
Reaksi transesterifikasi mempunyai perbandingan koefisien reaksi sebagai berikut Trigliserida:Metanol:gliserol:metil ester 1 : 3 : 3 : 1. Reaksi transestrifikasi ini dilakukan dengan metode satu tahap (one stage method), dimana tahapan dari reaksi ini adalah Memanaskan minyak di atas hot plate hingga temperaturnya mencapai + 60oC sambil dilakukan pengadukan dengan mengunakan mixer agar panasnya merata. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan sedang dan jangan sampai terbentuk pusaran (+ 120 rpm). Menambahkan sodium metoksida yang telah disediakan ke dalam minyak yang telah dipanaskan tersebut sambil dilakukan pengadukan selama + 1 jam dan temperatur dijaga agar tetap konstan. Setelah selesai larutan didiamkan selama + 8 jam hingga seluruh gliserin yang terbentuk mengendap pada lapisan bawah terpisah dengan ester yang berada pada lapisan atas (Tilani dan Andi, 2003) .

4.        Pemisahan dan pemurnian

Setelah proses pengendapan selesai dilakukan pemisahan ester dari gliserin. Ester (Metil ester) yang diperoleh kemudian dicuci dengan menggunakan air untuk melarutkan sisasisa garam dan sabun yang terbentuk serta masih tertinggal di dalam metil ester. Proses pencuciannya adalah dengan menambahkan air sebanyak 30 –50 % dari volum metil ester yang dihasilkan sambil dilakukan pengadukan dengan perlahan agar tidak menimbulkan banyak buih (sabun), setelah itu didiamkan hingga air dan ester terpisah kemudian air bekas tersebut dipisahkan (dibuang).

5.        Pencucian

Pencucian dilakukan hingga air buangan bekas cucian mencapai pH normal (pH 6-7), sehingga proses pencucian sangat dimungkinkan untuk dilakukan berulangkali. Setelah pencucian selesai kemudian dilakukan proses pengeringan untuk menghilangkan sisa air yang masih terkandung di dalam metil ester selama proses pencucian berlangsung. Kandungan air yang tersisa dihilangkan dengan cara dipanaskan hingga temperaturnya mencapai 110oC agar air yang masih terkandung di dalam metil ester tersebut dapat menguap sambil dilakukan pengadukan.
Menurut Wenten dan Mala Hayati (2010) Selain berbagai metode diatas, terdapat metode kontemporer yang saat ini dikembangkan untuk mengatasi kedua tantangan utama dalam proses produksi biodiesel yaitu dengan menggunakan membran reaktor. Membran reaktor memadukan proses reaksi dan proses pemisahan produk dalam satu tahap yang simultan sehingga terjadi pengadukan bahan baku secara kontinu dan menjaga proses perpindahan massa yang besar antara fasa yang saling tidak larut. Membran reaktor dapat melakukan pemisahan reaktan yang tidak bereaksi dan produk yang dihasilkan secara kontinu sehingga kesetimbangan reaksi bergeser ke arah produk dan perolehan produk biodiesel tinggi.

 

Gambar 2. Prinsip dasar proses produksi biodiesel dengan membran reaktor

7. Reformulasi Biodiesel

Bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis/etanolisis. Produk-ikutan: gliserin. Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifi-kasi dgn metanol/etanol. Produk-ikutan : air Kompatibel dengan solar, berdaya lumas lebih baik. Berkadar belerang hampir nihil,umumnya < 15 ppm. BXX = camp. XX %-vol biodiesel dengan (100 – XX) %-vol solar. Contoh: B5, B20, B100. Sudah efektif memperbaiki kualitas emisi kendaraan diesel pada level B2.

Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku biodiesel.

Beberapa sumber minyak nabati yang potensial sebagai bahan baku Biodiesel.





Nama Lokal
Nama Latin
Sumber Minyak
Isi
% Berat Kering
P / NP
Jarak Pagar
Jatropha Curcas
Inti biji
40-60
NP
Jarak Kaliki
Riccinus Communis
Biji
45-50
NP
Kacang Suuk
Arachis Hypogea
Biji
35-55
P
Kapok / Randu
Ceiba Pantandra
Biji
24-40
NP
Karet
Hevea Brasiliensis
Biji
40-50
P
Kecipir
Psophocarpus Tetrag
Biji
15-20
P
Kelapa
Cocos Nucifera
Inti biji
60-70
P
Kelor
Moringa Oleifera
Biji
30-49
P
Kemiri
Aleurites Moluccana
Inti biji
57-69
NP
Kusambi
Sleichera Trijuga
Sabut
55-70
NP
Nimba
Azadiruchta Indica
Inti biji
40-50
NP
Saga Utan
Adenanthera Pavonina
Inti biji
14-28
P
Sawit
Elais Suincencis
Sabut dan biji
45-70 + 46-54
P
Nyamplung
Callophyllum Lanceatum
Inti biji
40-73
P
Randu Alas
Bombax Malabaricum
Biji
18-26
NP
Sirsak
Annona Muricata
Inti biji
20-30
NP
Srikaya
Annona Squosa
Biji
15-20
NP
Tabel 7.1. Sumber bahan baku yang pontensial untuk biodiesel

Gambar. 7.1. diagram alir pembuatan biodiesel

8. Keunggulan Biodiesel

8.1. Keungulan Biodiesel secara Karakteristik dan Teknis

a.        Secara karakteristik

Kepadatan volumetric energy biodiesel sekitar 33 MJ/L, 9% lebih rendah dari petrodiesel. Kepadatan energy biodiesel sangat bervariasi cenderung terhadap bahan baku yang digunakan daripada proses produksi. Meskipun demikian, variasi jenis biodiesel lebih sedikit dibandingkan petrodiesel. Hal ini menunjukkan biodiesel memberikan pembakaran lebih sempurna sehingga meningkatkan output energy mesin dan alternative pengganti petrodiesel.

Biodiesel memiliki viskositas yang mirip dengan petrodiesel. Biodiesel memiliki tingkat pelumasan lebih tinggi dan hampit tidak ada kandungan bilangan sulfur, dan seringakali digunakan sebagai aditif untuk bahan bakar diesel rendah sulfur .

b.       Standard Teknis          

Standard Eropa untuk biodiesel adalah nomor EN 14214, dapat diartikan ke standar nasional masing-masing negara

8.2. Keunggulan Biodiesel dibanding bakar solar fosil

Dibanding bahan bakar solar biodiesel memiliki keunggulan, yaitu:

a.        Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui
b.       Penggunaan biodiesel 100% pada mesin diesel dapat mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 75% diatas minyak solar,
c.        Biodiesel memilki nilai cetane yang tinggi, volatile rendah dan bebas sulfur.
d.       Ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx
e.        Meningkatkan nilai produk Pertanian.
f.         Dapat diproduksi sesuai kebutuhan.
g.       Menurunkan ketergantungan suplai minyak dari Negara asing dan fluktuasi harga.
h.       Biodegradable.
i.         Viskositas tinggi
j.         Menurunkan tingkat opasiti asap
k.       Dapat diproduksi secara lokal
l.         Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %


8. Kesimpulan

a.        Biodiesel dapat dijadikan salah satu alternative bahan bakar pengganti bahan bakar fosil solar. Penggunaan biodiesel member keuntungan bagi kelestarian sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dikonversi menjadi sumber daya alam yang berasal dari produk biotic yang dapat diperbaharui. Efektivitas pembakaran dengan emisi yang aman menambah keunggulan bagi Biodiesel
b.       Biodiesel dapat disintesis dari minyak jelantah kelapa sawit melalui dua tahapan reaksi yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Dari 200 mL minyak jelantah yang digunakan diperoleh biodiesel sebanyak 157 mL atau 78,5 %.
c.        Selain dari minyak jelantah juga dapat dibuat dengan bahan biji jarak.
d.       Biodiesel dapat diproduksi secara local dan sesuai kebutuhan.

9. Referensi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar